Kegiatan yang dihadiri oleh akademisi, BP3MI Jawa Tengah, IOM Indonesia, organisasi serikat buruh, perwakilan AKP migran, dan masyarakat Desa Lawangrejo menunjukkan telah terwujudnya penguatan partisipasi komunitas dalam perlindungan awak kapal perikanan (AKP) migran asal Jawa Tengah guna memperlihatkan bahwa mayoritas belum memperoleh informasi yang memadai tentang hak kerja, risiko eksploitasi di kapal berbendera asing, maupun mekanisme rujukan kasus.
Selain itu, juga menghasilkan produk luaran seperti Buku Saku Perlindungan AKP Migran, laporan hasil riset, dan publikasi digital (@marina.initiative) disusun untuk memperkuat akses informasi bagi kelompok pekerja, keluarga mereka, dan masyarakat umum. Berdasarkan hasil dari diskusi panel dengan menghadirkan perwakilan dari BP3MI Jawa Tengah yang bernama Perdana Anggit Prasetyo dan IOM Indonesia yang bernama Muhammad Yasser kemudian mengemukakan tantangan konkret yang selama ini dihadapi calon AKP migran.
Banyak AKP migran menandatangani kontrak tanpa memahami isi maupun bahasanya, sementara informasi mengenai biaya penempatan kerap tidak disampaikan secara transparan. Mekanisme pengaduan di kapal asing juga sering tidak dipahami atau sulit diakses, sehingga penanganan kasus terlambat dilakukan. Selain itu, belum tersedia sumber data yang mudah diakses masyarakat mengenai perusahaan bermasalah maupun daftar agen resmi yang kredibel.
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa penyediaan informasi legal yang seragam, akurat, dan mudah dijangkau merupakan kebutuhan yang mendesak dan masih belum terpenuhi. Koordinator P4MI Pemalang yang hadir mewakili BP3MI Jawa Tengah, Perdana Anggit Prasetyo, menegaskan bahwa pemahaman pekerja terhadap seluruh dokumen migrasi dan proses penempatan harus menjadi prioritas agar potensi eksploitasi dapat diminimalkan.
"Calon AKP harus mengetahui secara jelas dokumen, hak, dan semua konsekuensi sebelum berangkat. Informasi yang keliru sering menjadi pintu masuk eksploitasi," jelasnya. Ia juga menekankan perlunya hubungan kerja yang terintegrasi antara pemerintah desa, lembaga pendamping, dan perusahaan penempatan untuk memperkuat penanganan kasus.
Narasi penting lainnya datang dari perspektif perlindungan berbasis komunitas. Pemerintah desa dianggap sebagai garda terdepan dalam perlindungan migran karena menjadi titik awal proses penempatan pekerja. Moderator diskusi panel juga menegaskan bahwa desa tidak seharusnya bergerak sendiri, melainkan harus memiliki akses pada SOP rujukan yang jelas serta jaringan mitra pendamping yang terukur.
Kata Kunci : Workshop, Marina Talks, Awak Kapal Perikanan, AKP Migran, Jawa Tengah
13 Nov 2025, 11:40 WIB
13 Nov 2025, 11:33 WIB
13 Nov 2025, 11:25 WIB
13 Nov 2025, 11:10 WIB
Daerah
13 Nov 2025, 10:22 WIB
Daerah
13 Nov 2025, 10:13 WIB
Daerah
13 Nov 2025, 10:02 WIB
Daerah
13 Nov 2025, 9:40 WIB
Daerah
13 Nov 2025, 9:34 WIB
Daerah
13 Nov 2025, 9:18 WIB
Daerah
13 Nov 2025, 8:58 WIB
Gojapan
08 Nov 2025, 12:58 WIB
Daerah
09 Okt 2025, 19:44 WIB
Daerah
26 Sep 2025, 12:19 WIB
Daerah
08 Sep 2025, 18:21 WIB
Daerah
08 Sep 2025, 18:15 WIB
Daerah
07 Sep 2025, 14:26 WIB
Daerah
07 Sep 2025, 13:17 WIB
Daerah
07 Sep 2025, 8:41 WIB
Daerah
06 Sep 2025, 19:49 WIB
Daerah
06 Sep 2025, 19:19 WIB
Daerah
05 Sep 2025, 21:51 WIB
Daerah
04 Sep 2025, 12:35 WIB
Daerah
01 Sep 2025, 19:16 WIB