Seperti diketahui, kelapa sawit menjadi salah satu penyumbang devisa terbesar. Bahkan, pada tahun 2017, komoditas ini memberi devisa sebesar US$ 23 miliar atau setara Rp 300 triliun.
"Diskriminasi beberapa negara terhadap sawit Indonesia. Indonesia selalu mengedepankan kerja sama dan kolaborasi dengan mitra-mitra kita, tapi terkait kepentingan nasional, kita harus tegas apalagi sudah masalah prinsip," katanya dalam Jakarta Food Security Summit 2020, Kamis (19/11/2020).
Penyataan tersebut tidak lepas dari hadangan, termasuk kampanye negatif oleh berbagai negara. Retno mengakui yang paling gencar adalah Uni Eropa.
Baca Juga: 16 Rekomendasi Software Kasir Toko Terbaik untuk Sektor Ritel
Di sisi lain, ia tidak ingin kerjasama yang selama ini sudah terjadil dengan negara benua biru ternodai. Retno bahkan coba menjalin komunikasi dengan pejabat terkait melalui sambungan telpon dalam beberapa hari terakhir.
"Uni Eropa sudah lama menjadi natural partner kta. Kita memiliki banyak pandang di banyak isu internasional dengan Uni Eropa. Beberapa hari lalu saya lakukan pembicaraan telpon dengan High Representative/Vice President Komisi Eropa, seperti Menlu Uni eropa Joseph Borrel, saya sampaikan mengenai pentingnya kemitraan yang lebih kuat dan menyelesaikan isu diskriminasi terhadap sawit Indonesia," paparnya.
Retno menyebut Indonesia selalu terbuka dengan komunikasi. Namun, bukan berarti itu RI lemah dan mudah dikalahkan oleh hal yang bersifat prinsip.
Baca Juga: Software Point of Sales Tawarkan Solusi Handal pada Industri RitelKata Kunci : menteri luar negeri indonesia retno marsudi