Pada awalnya, SKP diterapkan dengan tujuan mulia untuk memastikan tenaga kesehatan terus memperbarui pengetahuan dan keterampilannya melalui pendidikan berkelanjutan. Namun, implementasinya justru menimbulkan berbagai permasalahan di lapangan.
Pada dasarnya, SKP adalah ukuran yang digunakan untuk mengakui partisipasi tenaga kesehatan dalam kegiatan yang mendukung pengembangan profesionalisme mereka. Kegiatan ini dapat berupa seminar, workshop, pelatihan, dan sejenisnya. Awalnya, penerapan SKP dilakukan dengan maksud baik, yaitu untuk memastikan bahwa dokter dan tenaga kesehatan lainnya selalu up-to-date dengan perkembangan terbaru dalam ilmu kedokteran dan teknologi kesehatan.
Pada masa lalu, seorang dokter cukup menunjukkan ijazah dari institusi pendidikan yang terakreditasi untuk membuktikan kompetensinya. Namun, dengan adanya tuntutan untuk terus memperbarui ilmu, SKP menjadi syarat untuk perpanjangan Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP). Hal ini kemudian menjadi beban tambahan bagi tenaga kesehatan, terutama mereka yang sudah lama berpraktik dan memiliki pengalaman yang cukup.
Baca Juga : Six Degrees of Separation: How This Concept Can Change Our Lives and Help Us Achieve Our Goals
Tantangan dalam Implementasi SKP
Penerapan SKP membawa beberapa tantangan yang signifikan. Salah satu masalah utama adalah tidak adanya penjelasan komprehensif mengenai alasan di balik penentuan jumlah kredit yang harus dipenuhi. Bagi dokter atau tenaga kesehatan yang baru memulai karier, mungkin logis untuk memiliki syarat kredit tertentu untuk memastikan mereka memiliki pengetahuan yang memadai. Namun, bagi dokter yang telah berpuluh-puluh tahun berpraktik, tuntutan ini bisa dianggap tidak masuk akal.
Dokter yang sibuk dengan praktik sehari-hari sering kali tidak memiliki waktu untuk mengikuti seminar atau pelatihan tambahan. Hal ini mengakibatkan mereka kesulitan memperpanjang STR dan SIP, meskipun kompetensi mereka tidak diragukan. Bahkan, ada ironi di mana dokter yang belum bekerja bisa lebih mudah memperpanjang izin mereka hanya dengan mengikuti lebih banyak seminar dan workshop.
Dampak pada Kualitas Pelayanan Kesehatan
Penerapan SKP yang ketat tanpa memperhatikan kondisi dan situasi setiap tenaga kesehatan bisa berdampak negatif pada kualitas pelayanan kesehatan. Dokter yang sebenarnya kompeten tetapi tidak bisa memenuhi syarat SKP mungkin terpaksa berhenti berpraktik. Sebaliknya, fokus yang terlalu besar pada perolehan kredit melalui seminar bisa mengalihkan perhatian dari praktik klinis yang sebenarnya lebih penting.
Kata Kunci : Transformasi sistem kesehatan di Indonesia telah menimbulkan berbagai dinamika dan tantangan baru. Salah satu isu yang menjadi sorotan adalah penerapan
Artikel ini telah ditayangkan di website IKA Unissula dengan alamat tautan sebagai berikut: https://www.ikaunissula.or.id/read/1248/bumerang-satuan-kredit-profesi-bagi-profesi-kesehatan
22 Okt 2024, 23:24 WIB
Bisakah Payudara Diperbesar Tanpa Operasi? Begini Penjelasan Pakar Kesehatan
15 Okt 2024, 17:31 WIB
Terapi Stem Cell, Metode Pengobatan Masa Depan Industri Kesehatan
25 Sep 2024, 14:38 WIB
Bambang Pacul Resmi Jadi Ketua Tim Pemenangan Andika Hendi di Pilkada Jateng 2024
10 Sep 2024, 16:57 WIB
Politik
08 Sep 2024, 15:08 WIB
Nasional
02 Sep 2024, 3:34 WIB
Opini
02 Sep 2024, 2:53 WIB
Politik
07 Sep 2024, 1:16 WIB
Nasional
03 Sep 2024, 23:42 WIB
Opini
02 Sep 2024, 2:44 WIB
Opini
02 Sep 2024, 1:03 WIB
Nasional
14 Agu 2024, 20:06 WIB
Opini
06 Agu 2024, 19:18 WIB
Opini
05 Agu 2024, 12:05 WIB
Kuliner
01 Agu 2024, 13:02 WIB
Nasional
31 Jul 2024, 15:30 WIB
Teknologi
22 Jul 2024, 1:43 WIB
Ragam
17 Jul 2024, 13:58 WIB
Lifestyle
07 Jul 2024, 14:32 WIB
Kesehatan
29 Jun 2024, 13:27 WIB
Digital
28 Jun 2024, 22:09 WIB
Ragam
31 Mei 2024, 20:41 WIB
Digital
01 Mei 2024, 9:01 WIB
Nasional
29 Apr 2024, 8:48 WIB